Tubaba

PT. SGC: MELURUSKAN PERNYATAAN UMAR AHMAD

99
×

PT. SGC: MELURUSKAN PERNYATAAN UMAR AHMAD

Sebarkan artikel ini

Tulang Bawang Barat – pro dan kontra

Pernyataan mantan Bupati Tulang Bawang Barat, Umar Ahmad (UA), yang merespons kritik terhadap Sugar Group Companies (SGC) telah mengundang perhatian publik. Dalam berbagai kesempatan, termasuk melalui media sosial dan forum terbuka, UA tampak berdiri di garis depan membela keberadaan SGC.

UA menyebut bahwa SGC telah banyak berjasa bagi masyarakat terutama dalam hal pendidikan dan bantuan sosial. Dalam nada yang lebih mirip juru bicara (humas) , UA menekankan bahwa ribuan warga telah mendapatkan akses pendidikan gratis maupun beasiswa melalui program-program yang didukung oleh perusahaan SGC (be1Lampung.com.22 Juli 2025)

Pernyataan UA terlepas dari niat baiknya namun patut dikritisi secara lebih jernih dan kontekstual.

Tidak menafikan bahwa SGC sebagai perusahaan besar memang memiliki kontribusi sosial melalui program CSR (Corporate Social Responsibility). Bahkan hal itu bukanlah semata-mata pilihan mulia melainkan merupakan kewajiban hukum.

CSR bukanlah hadiah melainkan tanggung jawab perusahaan yang telah diatur secara jelas dalam undang – undang. Silahkan dilihat dan dibaca dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dan PP No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan.

Dalam pengertian CSR menyumbang beasiswa, membangun sekolah, atau mendanai kegiatan sosial bukanlah bentuk kemurahan hati semata, akan tetapi justru adalah bagian dari tanggung jawab hukum yang melekat pada setiap perusahaan besar, dan terlebih perusahaan yang mengelola ribuan hektar lahan dan meraup keuntungan dari sumber daya lokal.

Pernyataan UA sayangnya tidak menyinggung sama sekali problem-problem serius yang terus membayangi atau melilit SGC. UA terkesan ingin membungkus realitas dengan narasi filantropi dan “corporate kindness” yang justru mengaburkan masalah.

Padahal publik justru tengah resah dan kritis atas dugaan konflik agraria dan penguasaan lahan skala besar oleh SGC, Persoalan keterbukaan informasi terkait kontribusi pajak daerah, ketimpangan relasi antara SGC dan masyarakat adat/lokal, serta dugaan penyimpangan hukum dalam operasional atau perluasan perkebunan.

Kritik terhadap SGC tidak bisa dikaburkan hanya karena perusahaan ini memberikan bantuan sosial. Fungsi kontrol masyarakat adalah bagian dari demokrasi dan prinsip tata kelola perusahaan yang sehat. Kritik terhadap perusahaan bukanlah tindakan memusuhi pembangunan melainkan bentuk partisipasi agar pembangunan tetap adil, transparan dan berkelanjutan.

Pernyataan UA dalam konteks ini justru memperlihatkan sikap elitis yang kurang netral terhadap kekuatan modal besar. Kita patut bertanya apakah yang dibela UA adalah kepentingan masyarakat atau kepentingan perusahaan ?

Ketika pejabat publik baik yang sedang menjabat atau sudah tidak lagi menjabat, berbicara dengan posisi yang terlampau berpihak pada perusahaan besar maka ada keraguan etik yang layak diajukan.

Mengapa UA tidak membahas aspek negatif dan dampak sosial-lingkungan yang mungkin ditimbulkan oleh SGC? Apakah UA tidak ada keberpihakan pada petani, masyarakat adat, atau warga yang merasakan tekanan akibat ekspansi lahan oleh perusahaan? Setidaknya argumentasi seperti ini sangat penting untuk dikemukakan oleh UA.

Sekali lagi bahwa Program CSR tidak bisa dijadikan tameng untuk membenarkan praktik bisnis yang tidak sesuai dengan asas hukum berkeadilan. Kritik terhadap SGC seharusnya dipandang sebagai bentuk kontrol sosial. (Ahmad basri: ketua K3PP Tubaba)

Example 300250
error: Content is protected !!